TALIABU – Oknum pejabat Pemerintah Daerah (Pemda) Pulau Taliabu, Maluku Utara, diduga menciptakan modus baru untuk mengeruk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Mereka nekat membentuk Perusahaan Daerah (Perusda) “siluman” bernama PT. Taliabu Jaya Mandiri sebagai alat untuk menyalurkan dana hibah secara tidak sah.
Berdasarkan konferensi pers yang digelar Rabu (3/9/2025), Kajari Pulau Taliabu, Dr. Nurwinardi, SH., MH., mengungkapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Hamka Abdul Kadir Duwila (Direktur Utama PT. Taliabu Jaya Mandiri/TJM), Fransiska Subong alias Nona (Direktur Keuangan PT. TJM yang juga mantan Anggota DPRD Kepulauan Sula), dan Irwan Mansur (Kadishub Taliabu yang saat kejadian menjabat sebagai Kepala BPKAD Kabupaten Pulau Taliabu pada 2020).
Modusnya, Irwan Mansur disebut mencairkan dana penyertaan modal senilai Rp1,5 miliar untuk perusahaan daerah tersebut. Namun, hasil penyelidikan tim penyidik membongkar fakta bahwa PT. Taliabu Jaya Mandiri bukan merupakan Perusahaan Daerah yang sah dan tidak berbadan hukum.
“PT. Taliabu Jaya Mandiri tidak layak dan tidak pantas untuk mendapatkan penyertaan modal dari pemkab Taliabu,” tegas Nurwinardi.
Dana sebesar Rp1,5 miliar itu pun tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh para tersangka. Alih-alih untuk pembangunan, uang rakyat tersebut justru digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Penggunaan anggaran tersebut tidak dilakukan dengan pertanggung jawaban yang benar karena digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka,” tambah Kajari.
Akibat perbuatannya, ketiganya disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 3 UU Tipikor sebagai subsider. Mereka juga diduga melanggar UU Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, dan Perda Nomor 6 Tahun 2019.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Irwan Mansur dan Fransiska Subong langsung ditahan di Rutan Polres Pulau Taliabu untuk 20 hari ke depan.
Sementara itu, Hamka Abdul Kadir Duwila tidak memenuhi panggilan penyidik karena berada di Kota Ternate. Penyidik berharap ia kooperatif pada pemanggilan berikutnya.
Kerugian negara dalam kasus ini ditetapkan sebesar Rp1,5 miliar, sesuai dengan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam LHP Nomor 31 Tahun 2025 tanggal 28 Juli 2025. Penyidik masih akan mengembangkan kasus ini dan memproses berkas secepatnya untuk segera dibawa ke persidangan.
Tinggalkan Balasan