TERNATE – Praktisi hukum dan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kota Ternate, Zulfikran A. Bailussy, S.H., melontarkan kritik keras terhadap kinerja Badan Kehormatan (BK) dan Pimpinan DPRD Kota Ternate.

Menurut Zulfikran, ada indikasi ketidakadilan dan tebang pilih dalam penegakan etika di lingkungan legislatif, khususnya terkait kasus anggota Fraksi PAN Ridwan AR dan sidak yang dilakukan anggota DPRD Nurjaya Hi. Ibrahim.

Zulfikran menyoroti kontras penanganan dua kasus tersebut. Ia menyebut dugaan pelanggaran berat yang melibatkan Ridwan AR, bahkan telah memiliki putusan pengadilan, justru diabaikan. Sementara itu, langkah sidak Nurjaya Hi. Ibrahim secara Konstitusional terkait distribusi minyak tanah malah dipersoalkan dan diancam pemeriksaan etik.

“Ini bukan sekadar standar ganda, tapi bentuk ketidakadilan terang-terangan,” tegas Zulfikran pada Jumat (19/7/2025).

Ia menambahkan bahwa sikap BK DPRD tersebut mencoreng keadilan etika publik.

Menurut Zulfikran, lembaga legislatif seharusnya menjadi representasi suara rakyat yang menjaga kehormatan, integritas, dan komitmen etika. Namun, diamnya BK terhadap kasus Ridwan AR memunculkan dugaan adanya kompromi dan ketundukan terhadap kekuatan politik tertentu.

“BK jangan menjadi alat politik untuk menjatuhkan yang kritis dan membela yang bermasalah,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa tindakan Nurjaya untuk membela kepentingan rakyat dijalur Konstitusional dengan turun langsung ke lapangan seharusnya diapresiasi, bukan malah diancam pemeriksaan etik.

“Nurjaya mau diperiksa, sementara Ridwan yang nyata-nyata melanggar sumpah jabatan dibiarkan. Ini inkonsistensi moral,” tambahnya.

Zulfikran juga mengingatkan bahwa DPRD bukanlah tempat berlindung bagi perilaku menyimpang yang mencederai etika publik dan martabat kelembagaan, apalagi jika sudah ada putusan pengadilan.

“Mengabaikan putusan pengadilan adalah bentuk pembangkangan terhadap hukum,” tegasnya. Ia bahkan menilai bahwa jika BK dan Pimpinan DPRD tetap bungkam, mereka secara tidak langsung telah bersekongkol mencoreng kepercayaan publik.

Lebih lanjut, Zulfikran menilai DPRD Kota Ternate sedang menghadapi krisis legitimasi etik yang serius. Ketika publik melihat adanya ketimpangan dan selektivitas dalam penerapan sanksi, kepercayaan rakyat akan semakin luntur.

“Ini bukan semata tentang Nurjaya atau Ridwan, tapi tentang bagaimana lembaga legislatif menjalankan prinsip keadilan dan etika,” jelasnya.

Ia pun mendukung langkah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Ternate yang telah menyuarakan kekecewaannya. Menurut Zulfikran, tekanan dari publik dan masyarakat sipil adalah bentuk kontrol yang sah dan sangat dibutuhkan di tengah lemahnya mekanisme etik di DPRD.

Di akhir pernyataannya, Zulfikran mendesak BK DPRD Kota Ternate untuk segera memulihkan integritasnya dengan bertindak objektif, adil, dan tidak diskriminatif dalam menangani seluruh kasus etik.

“Jangan hanya tajam kepada yang lemah dan berbeda pandangan politik, tapi tumpul kepada pelanggaran nyata yang mencoreng institusi,” pungkasnya.