TERNATE– Kritik tajam datang dari  akademisi Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Dr. Abdul Aziz Hakim, S.H., M.H., terhadap Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Ternate.

Aziz menilai sikap BK yang mempersoalkan tindakan inspeksi mendadak (sidak) minyak tanah oleh anggota Komisi III, Nurjaya Hi. Ibrahim, sebagai kekeliruan fatal dalam memahami fungsi DPRD.

Menurut Dr. Aziz, tindakan Nurjaya adalah bentuk pelaksanaan fungsi pengawasan yang konstitusional dan etis, bahkan seharusnya diapresiasi oleh lembaga legislatif.

“Saya justru merasa aneh, karena tindakan ini justru terjadi di internal DPRD dan lagi-lagi yang melakukannya adalah institusi internal yaitu BK DPRD,” ungkap Aziz. Ia bahkan mempertanyakan kapasitas pemahaman anggota BK DPRD terkait fungsi-fungsi utama dewan.

Dr. Aziz Hakim menegaskan bahwa roh kekuatan DPRD sebagai lembaga legislatif terletak pada fungsi pengawasan.

“Jika fungsi pengawasannya dihalang-halangi dengan dasar Tupoksi di Komisi, maka itu sama halnya merusak eksistensi lembaga DPRD sebagai lembaga pengawas,” tegasnya.

Ia khawatir, jika pemahaman anggota DPRD hanya sebatas tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) per komisi, maka eksistensi lembaga DPRD akan rusak, bahkan “mati suri.” Aziz menyarankan agar anggota DPRD yang hanya memahami Tupoksi Komisi sebaiknya tidak menjadi anggota DPRD.

“Jangan karena alasan Tupoksi Komisi Anda melarang Tupoksi pokok DPRD yakni fungsi Pengawasan. Fungsi pengawasan inilah menjadi rohnya DPRD, jadi dia melekat secara utuh dalam tubuh DPRD,” jelas Aziz. Ia menambahkan bahwa tidak ada alasan untuk menghalang-halangi tugas konstitusional seperti yang dilakukan Nurjaya.

Lebih jauh, Dr. Aziz mengemukakan pandangan ekstrem: jika tindakan sidak Nurjaya Hi. Ibrahim dianggap menyalahi Tupoksi Komisi dan dijadikan dasar penilaian etis atau tidak, maka BK DPRD sebaiknya dibubarkan saja. Pasalnya, menurut Aziz, tindakan tersebut justru menghilangkan eksistensi DPRD sebagai lembaga pengawas.

“BK DPRD ini organ etis, jadi jangan dijadikan alat untuk melarang anggota DPRD melakukan pengawasan,” kritiknya. Seharusnya, BK DPRD difungsikan untuk mengawasi para anggota DPRD yang cenderung tidak memfungsikan tugas pengawasan secara umum.

“Jadi banyak hal yang lebih substansial yang harus dilakukan BK DPRD, untuk menilai perilaku para anggota DPRD. Jangan menilai hal yang justru itu menghilangkan eksistensi lembaga ini,” pungkasnya, saat di konfirmasi Media Halamansofifi, (19/7/25).

Aziz juga menyoroti harapan publik di daerah yang cenderung menginginkan DPRD untuk lebih memaksimalkan fungsi kontrol, mengingat fungsi pengawasan DPRD selama ini dianggap lemah di mata publik.

Ia bahkan menilai bahwa sikap BK DPRD justru lebih tidak etis dibandingkan tindakan Nurjaya Hi. Ibrahim yang berupaya menjalankan tugas utama pengawasan melalui sidak.