TALIABU – Sebuah proyek jalan senilai Rp 3,3 miliar di Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara, disoroti akibat praktik penganggaran yang diduga melawan hukum.
Proyek ruas jalan Nggele-Balohang ini diduga telah dikerjakan di lapangan meski tidak memiliki dasar hukum anggaran (APBD), lalu ‘disisipkan’ secara mendadak ke dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) sebelum Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD Perubahan disahkan DPRD.
Anggota dewan menilai ini adalah rekayasa anggaran yang berpotensi korupsi. Ketua Komisi III DPRD Pulau Taliabu, Budiman, dari PDI Perjuangan, membongkar kejanggalan ini. Ia menuding ada niat tidak baik dari Kepala Dinas PUPR yang tidak membahas proyek ini saat penyampaian dokumen perubahan anggaran (KUA-PPAS Perubahan).
“Kan jelas itu telah dikerjakan, apalagi tidak ada dokumen perencanaan dan pengakuan kontraktor tidak perlu dibayar. Kalau ini tetap disisipkan tentunya melanggar UU,” Jelas Budiman.
Yang memperkuat dugaan ini, menurut Budiman, adalah pengakuan dari pihak kontraktor yang menyebut jalan tersebut “tidak perlu dibayarkan melalui APBD”.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar, jika kontraktor sudah mengerjakan dan ‘rela’ tidak dibayar APBD, lalu untuk apa proyek ini dipaksakan masuk anggaran dengan nilai fantastis Rp 3,3 miliar?
Budiman menjelaskan setidaknya ada tiga pelanggaran hukum yang terjadi, Pelanggaran Prosedur Anggaran, Pengeluaran daerah tanpa persetujuan DPRD melalui APBD melanggar UU Pemerintahan Daerah, Pelanggaran Pengadaan Barang/Jasa: Memasukkan paket ke RUP tanpa DPA yang sah melanggar Perpres PBJ dan Indikasi Tindak Pidana.
Praktik ini dapat dikategorikan sebagai rekayasa anggaran yang melanggar UU Tipikor, khususnya penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.
Larangan keras memulai pekerjaan sebelum tender yang tak kalah krusial, praktik memulai pekerjaan fisik sebelum proses tender jelas-jelas dilarang. Pasal 83 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menegaskan.
“Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah harus melalui tahapan persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil pekerjaan.”
Langkah awal pelaksanaan pengadaan adalah pengumuman tender. Memulai pekerjaan fisik di lapangan sebelum ada pemenang tender berarti telah melanggar tahapan pokok dalam pengadaan pemerintah tersebut.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh pejabat publik.
“Manipulasi RUP dan memulai pekerjaan sebelum semua tahapan hukum beres bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi bisa masuk ranah pidana korupsi,” beber Budiman.
Budiman mengingatkan Bupati Pulau Taliabu untuk menghentikan praktik ini. Ia meminta kepala daerah berhati-hati dan tidak mengulangi modus yang sangat merugikan keuangan daerah ini.
“Praktik seperti ini selain melanggar hukum administrasi negara, jika ada pekerjaan yang dikerjakan lebih dulu lalu diakomodasi belakangan, itu indikasi penyalahgunaan kewenangan. Jika ada kerugian negara, maka masuk ranah tipikor,” tutup Budiman memberikan peringatan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas PUPR Kabupaten Pulau Taliabu belum memberikan keterangan atau tanggapan atas temuan dan tuduhan ini.
Kepala Dinas PUPR Taliabu, Endro saat dikonfrimasi media mengatakan akan memberikan keterangan resmi terkait persoalan tersebut.
Tinggalkan Balasan