Ternate- Polemik jual beli satu unit rumah di Samping Mts 1, Ternate Tengah, semakin memanas. Pembeli, seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) berinisial S, yang telah melunasi pembayaran sejak April 2024, kini akan menempuh jalur hukum setelah tujuh bulan kesulitan mendapatkan dokumen penting untuk Balik Nama Sertifikat Hak Milik (SHM).

Pihak pembeli, melalui kuasa hukumnya, mengatakan penjual, Ibu Basaria Nainggolan, telah melakukan wanprestasi dan bahkan menduga adanya upaya pemerasan karena munculnya tuntutan Uang tambahan sebesar Rp 25 juta di luar kesepakatan awal.

Kuasa Hukum S dari Kantor Hukum Law Office Bahmi Bahrun, SH & Partners, Bahmi Bahrun, S.H., dalam konferensi pers, menegaskan bahwa semua kewajiban kliennya telah tuntas. Rumah yang awalnya ditawarkan Rp450 juta, disepakati seharga Rp350 juta dan dilunasi secara tunai pada 19 April 2024. Pembayaran ini bahkan disaksikan oleh keluarga klien.

Wajib dibaca: https://halamansofifi.id/2025/12/04/seorang-dosen-iain-ternate-diduga-persulit-balik-nama-rumah-minta-tambahan-rp-25-juta/

“Kewajiban klien kami sudah terpenuhi secara mutlak, termasuk pembayaran tebusan sertifikat yang sempat digadaikan, lalu dilunaskan secara cash. Secara hukum, properti ini sudah menjadi hak milik klien kami,” tegas Bahmi pada saat konferensi pers. Selasa (10/12/25).

Namun, kendala muncul ketika klien kami berulang kali meminta dokumen penting, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Buku Nikah, dan Kartu Keluarga (KK), yang diperlukan untuk proses Balik Nama di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Permintaan melalui WhatsApp berulang kali tidak dipenuhi.

“Klien kami masih ingat, urusan balik Nama Serifikat, ia sempat membicarakan itu pada saat penyerahan uang, Ibu Basaria hanya menjawab, (sabar ibu, beres-beres) Namun, penantian sabar ini sudah tujuh bulan,” ungkap Bahmi.

Puncak konflik terjadi pada 28 Oktober 2025, ketika ibu Basaria secara terang-terangan mengirim pesan meminta tambahan uang sebesar Rp 25 juta sebagai syarat untuk menyerahkan KTP dan Buku nikah dari penjual.

Bahmi Bahrun menilai permintaan uang tambahan tanpa dasar hukum ini sebagai pelanggaran serius.

“Kami menggarisbawahi, atas dasar hukum apa penjual menuntut tambahan Rp 25 juta setelah pelunasan? Permintaan ini tidak pernah ada dalam kesepakatan awal, baik lisan maupun tertulis. Ini bukan hanya melanggar kesepakatan perdata, tetapi tindakan tersebut Diduga kuat masuk dalam ranah tindakan pemerasan,” ujar Bahmi dengan nada tegas.

Lanjut Bahmi, jika klien kami pada waktu itu tidak mau memberikan uang 25 juta kepada Penjual yang meminta, apakah selamanya Proses balik akan diperhambat oleh penjual atau ada unsur dugaan kesengajaan dari penjual untuk menghalangi-halangi Proses pembuatan balik nama klien kami, tanya Kuasa Hukumnya?

Wajib dibaca: https://halamansofifi.id/2025/12/05/perjanjian-dalam-perspektif-hukum-penolakan-dosen-iain-ternate-serahkan-dokumen-balik-nama-rumah-dinilai-bahmi-bahrun-sebagai-pemerasan/

Selain itu, kata bahmi,  Klien kami sudah tujuh bulan terkatung-katung, tidak bisa menikmati haknya karena ulah penjual yang kami duga menyalahgunakan posisinya. Kami meminta semua pihak patuh pada norma hukum, bukan membuat syarat tambahan di luar kesepakatan

Kantor Hukum Bahmi Bahrun memastikan bahwa proses hukum, baik gugatan wanprestasi di pengadilan perdata maupun pelaporan dugaan tindak pidana pemerasan, akan segera dilayangkan untuk menjamin kepastian hukum atas kepemilikan rumah kliennya.