Tidore- Sidang kedua kasus dugaan pembunuhan yang melibatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kecamatan Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, digelar di Pengadilan Negeri Soasio Tidore pada Kamis kemarin (4/25).
Pihak keluarga korban hadir dan menyampaikan kesaksian yang mengharukan, menuntut agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal, bahkan hukuman mati, mengingat korban diduga sedang mengandung saat peristiwa tragis itu terjadi.
Pelaku yang berinisial H, berstatus terdakwa, mengikuti proses persidangan secara virtual melalui sambungan Zoom dari Rutan Halmahera Tengah.
Korban berinisial H, meninggal dunia pada Jumat (9/5/2025) setelah cekcok dengan suaminya, terdakwa H. Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Asma Fandun, dua anggota keluarga korban dihadirkan sebagai saksi, anak korban, Nabil (20 th), dan ibu korban.
Nabil, anak korban, menyampaikan kesaksiannya dengan penuh kepedihan.
“Saya menyampaikan kepada ibu hakim bahwa atas yang saya lihat dan dengar kejadian itu, maaf tidak bisa jelaskan detik-detik perkelahian yang merenggut nyawa,” ujarnya, sembari mengungkapkan rasa sakit hati.
Sementara itu, ibu dari korban dengan tegas meminta keadilan bagi putrinya.
“Saya menyampaikan kepada ibu hakim agar anak saya mendapat keadilan dan pelaku dapat hukum yang setimpal dengan perbuatannya. agar dihukum mati,” serunya, menyampaikan kepedihan yang mendalam atas kematian anaknya.
Wajib dibaca: https://halamansofifi.id/2025/12/04/seorang-dosen-iain-ternate-diduga-persulit-balik-nama-rumah-minta-tambahan-rp-25-juta/
Jumat dini hari, Kuasa Hukum keluarga korban, Bahmi Bahrun saat konferensi pers, menjelaskan tuntutan dari pihak keluarga. Pihaknya berharap agar Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menerapkan Pasal berlapis, yaitu Pasal 351, Pasal 338, dan Pasal 340 KUHP (tentang Penganiayaan, Pembunuhan, dan Pembunuhan Berencana).
Tuntutan tersebut diperkuat Bukti korban sedang Hamil. “Berdasarkan hasil otopsi, korban sedang Hamil. Ini harus kita tuntut bersama keluarga, sebab terdakwa membunuh dua nyawa sekaligus,” jelas Bahmi, menggarisbawahi pelanggaran serius yang telah merenggut nyawa.
Bahmi Bahrun juga memaparkan kronologi insiden KDRT yang berujung maut tersebut. Peristiwa bermula sekitar pukul 16.00 WIT. Terdakwa H meminta uang sebesar Rp500 ribu kepada istrinya, RL, dengan alasan untuk dikirimkan kepada anak dari mantan istrinya. Permintaan tersebut memicu cekcok yang berujung pada dugaan kekerasan fisik.
Terdakwa H, dalam persidangan, mengakui seluruh kesaksian yang diberikan oleh Nabil, namun ia berdalih hanya melakukan pembelaan diri dengan mendorong korban. Ia mengklaim merasa terancam dengan parang yang dipegang oleh korban. Namun, Kuasa Hukum korban menilai luka-luka pada tubuh korban mengindikasikan kekerasan yang jauh lebih berat dari sekadar dorongan.
Kasi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah, Imanulla, menyampaikan bahwa JPU telah membacakan seluruh dakwaan berdasarkan keterangan dua saksi yang dihadirkan dari pihak keluarga. Ia menambahkan bahwa persidangan akan dilanjutkan pekan depan dengan menghadirkan tiga saksi tambahan.
Wajib dibaca: https://halamansofifi.id/2025/12/05/perjanjian-dalam-perspektif-hukum-penolakan-dosen-iain-ternate-serahkan-dokumen-balik-nama-rumah-dinilai-bahmi-bahrun-sebagai-pemerasan/
Sebelum Berita ini ditayangkan, Pihak keluarga meminta agar nama lengkap korban dan terdakwa tidak disebut, sambil putusan terakhir Hakim

Tinggalkan Balasan