TERNATE – Meski banyak teguran tak sedikit pun menggoyahkan Nurjaya Hi. Ibrahim, anggota Komisi III DPRD Kota Ternate dari Fraksi Gerindra. Ia tetap tegak berdiri, menunaikan tugas pengawasannya dengan tajam, terutama dalam menyoroti carut-marut distribusi minyak tanah yang membelit warga.

Sikap militan Nurjaya ini bukan tanpa dukungan, Dr. Abdul Aziz Hakim, S.H., M.H., seorang akademisi Hukum Tata Negara (HTN) dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), bahkan terang-terangan menyebut tindakan Badan Kehormatan (BK) DPRD yang mempersoalkan Nurjaya bentuk kekeliruan fatal dalam memahami esensi fungsi dewan.

Drama bermula saat Ketua LBH Ansor Kota Ternate, Zulfikran A. Bailussy, S.H., menyemburkan kritik pedas kepada BK dan Pimpinan DPRD Ternate. Ada indikasi ketidakadilan dalam penegakan etik, layaknya pisau bermata dua.

Di satu sisi, kasus dugaan pelanggaran berat anggota Fraksi PAN, Ridwan AR, yang bahkan sudah berkekuatan hukum, justru terabaikan. Namun di sisi lain, langkah sidak konstitusional Nurjaya terkait minyak tanah malah dipersoalkan, bahkan diancam pemeriksaan etik.

“Ini bukan sekadar standar ganda, tapi bentuk ketidakadilan terang-terangan yang mencoreng keadilan etika publik,” tegas Zulfikran.

Ia juga mengingatkan BK agar tidak menjadi “alat politik” untuk menjatuhkan yang kritis dan membela yang bermasalah.

“Nurjaya mau diperiksa, sementara Ridwan yang nyata-nyata melanggar sumpah jabatan dibiarkan. Ini inkonsistensi moral!” serunya, menyoroti ironi Kasus Ridwan yang terjadi.

Terlepas dari riak-riak internal DPRD, Nurjaya tak bergeming. Ia tetap fokus pada misi utamanya. Selama masa reses persidangan II tahun 2025 (10-15 Mei), Nurjaya bukan cuma duduk manis menyerap aspirasi.

Ia turun langsung ke lapangan, memelototi pangkalan-pangkalan minyak tanah dengan keabsahan Data Mita lewat Bagian Ekonomi Setda. Hasilnya, Ia menemukan penjualan minyak tanah di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) di beberapa lokasi, termasuk Kelurahan Sasa, setelah banjir keluhan dari warga.

Tak tinggal diam, Nurjaya langsung meminta agar pangkalan minyak tanah yang terbukti “mafia” dihentikan operasionalnya. Ia juga mendorong penambahan pangkalan di tiga titik krusial (Sasa, Takomo, dan Maliaro) untuk menjangkau warga di daerah terpencil.

Bahkan, ia menyoroti kelebihan stok minyak tanah di beberapa pangkalan yang disinyalir akibat data yang kacau, sembari menegaskan pentingnya pembagian jatah yang adil.

Nurjaya juga tak gentar membahas dugaan keterlibatan oknum perwira polisi, Kombes Pol Sutoyo, dalam kasus pangkalan minyak tanah di Kelurahan Gambesi yang menjual di atas HET.

“Jika kepemilikan sudah diserahkan kepada pihak lain, maka data-data terkait pangkalan seharusnya tidak lagi berhubungan dengan oknum perwira tersebut,” tandasnya

Nurjaya kian kokoh dengan prinsip pengawasannya. Membawa dukungan dari Dr. Abdul Aziz Hakim. Ia terheran-heran dengan sikap BK DPRD.

“Saya justru merasa aneh, karena tindakan ini justru terjadi di internal DPRD dan lagi-lagi yang melakukannya adalah institusi internal yaitu BK DPRD,” ungkap Aziz,

dirinya mempertanyakan pemahaman dasar anggota BK terkait fungsi dewan. Dr. Aziz Hakim menegaskan, roh kekuatan DPRD adalah fungsi pengawasan.

“Jika fungsi pengawasannya dihalang-halangi dengan dasar Tupoksi di Komisi, maka itu sama halnya merusak eksistensi lembaga DPRD sebagai lembaga pengawas,” tegasnya.

Ia bahkan menyarankan agar anggota DPRD yang hanya paham Tupoksi Komisi

“Jangan karena alasan Tupoksi Komisi Anda melarang Tupoksi pokok DPRD yakni fungsi Pengawasan. Fungsi pengawasan inilah menjadi rohnya DPRD, jadi dia melekat secara utuh dalam tubuh DPRD,” jelas Aziz, dengan menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk menghalang-halangi tugas konstitusional seperti yang Nurjaya lakukan

Lebih ekstrem, Dr. Aziz bahkan berpendapat, jika sidak Nurjaya dianggap menyalahi Tupoksi Komisi dan menjadi dasar penilaian etis, maka BK DPRD sebaiknya dibubarkan saja.

“BK DPRD ini organ etis, jadi jangan dijadikan alat untuk melarang anggota DPRD melakukan pengawasan,” kritiknya tajam. Seharusnya, BK mengawasi anggota DPRD yang justru tidak memfungsikan tugas pengawasan secara umum.

“Jadi banyak hal yang lebih substansial yang harus dilakukan BK DPRD, untuk menilai perilaku para anggota DPRD. Jangan menilai hal yang justru itu menghilangkan eksistensi lembaga ini,” pungkasnya, saat dikonfirmasi Media ini, Jumat (19/7/25).

Ia juga menyentil bahwa harapan publik di daerah adalah agar DPRD lebih maksimal dalam fungsi kontrol, yang selama ini dianggap lemah. Aziz menilai, sikap BK DPRD justru lebih tidak etis daripada tindakan Nurjaya yang berani turun langsung.